MENASEHATI ANAK
DENGAN LEBIH DULU MEMUJINYA
Sahabat
muslim yang dimuliakan Allah SWT, Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah
SWT yang telah memberikan sebuah Nikmat
dan karunia terbesar buat kita, terutama di
dalam rumah tangga yang di hiasi dengan suasana kesejukan dan senyum
canda tawa
Nabi
Muhammad SAW adalah orang yang mengetahui hakikat jiwa manusia dengan berbagai
macam seluk-beluk dan kecendrungannya. Beliau adalah seorang yang sangat
berpengalaman untuk menundukkanya, terkadang memakai pujia dan sanjungan untuk
memberikan dorongan semangat atau menggugah perasaan agar jiwa yang
bersangkutan merespon dan mau melaksanakan nasehatnya dengan suka rela tampa
ada paksaan dan senang tampa ada rasa takut. Sehubungan dengan hal ini, Ibnu
Umar ra menceritakan pengalamannya sebagai berikut :
“Ketika aku masih muda dan belum menikah, aku sering tidur di mesjid
pada masa Rasulullah SAW. Dalam tidurku aku bermimpi seakan-akan ada dua
malaikat yang membawaku ke neraka. Ternyata neraka begitu mengarah kedalam seperti
keadalaman sebuah sumur yang pada kedua sisinya terdapat tanduk; didalamnya
terdapat banyak orang yang telah saya kenal, maka saat itu juga aku berkata:
Aku berlindung kepada Allah dari siksa neraka. “Ibnu ‘Umar melanjutkan kisahnya
bahwa ia didatangin oleh malaikat lain yang berkata kepadanya: “kamu jangn
takut!” Selanjutnya, dia menceritakan mimpinya itu kepada Hafsah dan Hafshah
menceritakannya kepada Rasulullah SAW, maka beliau SAW bersabda:
نِعْمَ الرَّجُلُ عَبْدُ اللهِ لَوْ كَانَ يُصَلِّي مِنْ
اللَّيْلِ
“Sebaik-baiknya lelaki adalah ‘Abdullah seandainya
dia mengerjakan shalat malam.”
Sejak saat itu ‘Abdullah bin ‘Umar selalu mengerjakan shalat malam
harinya tampa banyak tidur, kecuali hanya sebentar. Pujian yang dikemukakan
oleh Nabi SAW ternyata dapat membangkitkan motivasi dalam dirinya untuk
mengerjakan shalat malam secara terus-menerus.
Sehubungan dengan hal
ini, Al-Ghazali telah mengatakan sebagai berikut:
“Apabila terlihat dalam diri seorang anak akhlak yang baik dan perbuatan
yang terpuji, hendaklah dihormati dan diberikan kepadanya imbalan yang dapat
menyenangkan dan dipuji di hadapan orang banyak guna menyemangatinya untuk
melanjutkan akhlak yang mulia dan perbuatan terpujinya. Apabila sang anak
melakukan hal yang bertentangan dengan apa yang telah disebutkan di atas,
sedang dia berupaya keras untuk menyembunyikan, hendaklah sang pendidik
berpura-pura seakan-akan tidak mengetahui sesuatu pun yang dilakukannya agar
sang anak tidak merasa malu dengan kesalahannya. Apabila sang anak mengulangin
kesalahannya, hendaklah dia ditegur secara rahasia, dijelaskan akibat
kekeliruannya, dibimbing ke arah yang benar, dan diperingatkan agar tidak
mengulangi lagi kekeliruannya, karena nanti pasti akan diketahui oleh orang
lain dan akan membuatnya merasa malu.” (Ihya ‘Ulumuddin, 3/63)
Ya Allah, Ajarilah kami kebenaran; bimbinglah kami kearahnya; dan
janganlah Engkau permalukan kami di hadapan makhluk-Mu. Sesungguhnya Engkau
Maha Kuasa atas segala sesuatu. Amin